Kamis, 15 September 2011

Sartinah

Sartinah, dilahirkan di kota kecil yang di kelilingi lima gunung berapi di Jawa Tengah, Magelang. Masa kecilnya dilalui dengan kerja keras, anak pertama perempuan dari sebelas bersaudara keluarga sederhana ini, hanya sempat duduk di bangku sekolah ongko loro.
Sartinah muda sudah barus bangun tengah malam, diawali dengan mencuci baju dan menyiapkan sarapan untuk keluarganya. Menjelang subuh  Sartinah harus berkemas kemas memasukkan kain batik ke besek besek dan mengikatnya ke sepeda tuanya. Demikian juga dengan kedua orang tua Sartinah, mereka menyiapkan besek besek berisi batik untuk siap keliling ke dusun dusun di lereng Gunung Sumbing.
Seiring dengan terbitnya sinar mentari, Sartinah muda mengayuh kencang sepeda tuanya dengan penuh semangat mengapai rupiah demi kelangsungan roda kehidupan sebelas keluarganya. Jarak tigapuluh kilometer dari rumahnya dan bercucurnya keringat akibat terik matahari tidak meredupkan niatnya memasarkan batik dari rumah ke rumah.
Hari hari Sartinah diwarnai dengan suka cita, ikhlas menjemput rejeki dengan niat luhur membantu orang tuanya dan mencintai saudara saudaranya. Lambat laun dengan kegigihannya, Sartinah dapat menabung dari sisa laba yang diperolehnya. Beberapa tahun kemudian, Sartinah berhasil membeli sepetak lahan di salah satu Pasar Tradisional di wilayah Temanggung. Sartinah tidak harus berkeliling menjual batiknya. Sartinah membuka tikar dan menjejer batik batiknya di pasar itu. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar